Tuesday, March 31, 2009

Pelayanan Terhadap Gelandangan


PELAYANAN TERHADAP GELANDANGAN

Anda sedang menyusuri jalan ketika tiba-tiba seseorang menghampiri
Anda dan meminta uang untuk membeli tiket bis ke kota di mana
katanya ia tinggal atau kerabat yang akan menolongnya tinggal.
Bagaimana Anda menanggapinya?

Saya mengadakan penelitian informal kecil-kecilan, dan menanyai
teman-teman saya apa yang mereka pikirkan pada saat seperti itu:

"Kasihan dia."

"Hei, dia lebih membutuhkan daripada aku."

"Hatiku akan berkata, 'Beri dia uang,' tapi kepalaku akan berkata,
'Jangan bodoh.'"

"Minggu ini aku sudah mengeluarkan sepuluh ribu rupiah untuk hal-hal
seperti ini. Masalah ini mulai memengaruhi keuanganku."

"Aku sudah melakukan kebaikan dengan cara yang berbeda. Aku bekerja
di tempat pelayanan, membantu badan sosial, dan membayar pajak."

Dunia gelandangan memang membingungkan. Bukan hanya para profesional
dan sukarelawan yang terlibat dengan gelandangan yang bergulat
dengan pertanyaan sulit seperti itu, rata-rata orang yang dihampiri
di stasiun, terminal bis, atau saat berjalan menyusuri jalan dan
sibuk memikirkan kepentingannya sendiri, juga bergumul dengan
pertanyaan yang sama.

Kita bisa membuat perbedaan kecil dalam kehidupan para gelandangan
saat meresponi mereka daripada mengabaikan atau menolak mereka.
Cobalah mengatakan satu kata yang positif. Ingatlah, mereka sendiri
tidak lagi memiliki rasa percaya diri. Apapun yang kita katakan atau
lakukan, yang memberikan sedikit saja harga diri, akan membawa
dampak kebaikan.

Aktor Danny Aiello tidak pernah melewati seseorang di jalan tanpa
memberi sesuatu. Jika dia tidak memunyai uang, minimal dia akan
mengucapkan sepatah dua patah kata. Dia tidak pernah memaki mereka
atau berkata sinis, "Bekerjalah."

Setiap hari, seorang gelandangan yang buta mengenali Aiello dari
losion cukurnya. Dia berkata "hai, Danny" dan "terima kasih". Ia tak
pernah mendengar denting uang koin menghantam piringnya karena Danny
selalu memberinya uang kertas.

Phyllis Cohen masih ingat pada seorang wanita gelandangan yang dia
temui di Stasiun Penn, New York. Dia memberi uang satu dolar kepada
wanita itu dan bertanya kepadanya di mana pintu keluar ke pasar
swalayan terdekat.

"Wajahnya berseri-seri bagaikan sosok mayat yang hidup kembali,"
jelas Cohen. "Dia memberi petunjuk yang sangat rinci kepadaku dan
berjalan bersamaku untuk memastikan aku tidak akan tersesat, sambil
asyik bercakap-cakap di sepanjang jalan. Sepertinya, dengan
menanyakan sesuatu kepadanya dan menganggapnya memiliki sesuatu yang
berharga untuk dibagikan, aku memvalidasi dan menghidupkan kembali
sosok pribadinya yang kuat."

Nah, apa yang bisa Anda lakukan untuk menolong orang-orang
gelandangan?

1. Menyumbangkan Uang
Salah satu cara langsung untuk membantu gelandangan adalah dengan
menyumbangkan uang.
* Menyumbang ke organisasi, gereja, atau yayasan sosial yang
membantu geladangan. Lakukan hal ini saat Anda mengadakan
peringatan kematian anggota keluarga atau teman.
* Jika Anda mengundang tamu dalam perayaan ulang tahun atau hari
jadi, sarankanlah kepada mereka untuk memberikan sumbangan
kepada lembaga yang menangani gelandangan atau orang yang
kelaparan daripada membawa kado untuk Anda.
* Pilih satu badan amal dan berikan sumbangan secara rutin atau
setiap tahun sekali.
* Berikan sumbangan Anda untuk gerakan/kampanye tahunan
(gerakan/kampanye makanan lokal, dan lain-lain).
* Mendukung program-program di lingkungan Anda untuk membantu
para gelandangan (tempat tinggal, dapur umum, perumahan,
pelayanan konsultasi, dan lain-lain).

Suatu hari, Teddy Gross, seorang penulis drama yang tinggal di
Upper West Side, Manhattan, sedang berlari di Riverside Park dan
memandangi semua gedung. "Aku rasa di gedung-gedung itu ada
banyak uang koin yang menganggur," katanya. Jadi dia mulai
mendatangi tetangga-tetangganya dan bertanya kepada mereka
apakah mereka mau memberikan uang koin yang mereka miliki untuk
membantu para gelandangan. Saat dia telah selesai mendatangi
semua tetangga yang tinggal di lantai yang sama dengannya, dia
memeroleh beberapa ratus dolar. Saat dia selesai dengan seluruh
lantai di gedung apartemennya dan beberapa temannya juga sudah
selesai mengumpulkan uang koin dari gedung apartemen tempat
mereka masing-masing tinggal, terkumpullah beberapa ribu dolar.

Pada tahun pertamanya, inkorporasi Common Cents New York
mengorganisir lima gerakan yang diikuti oleh lebih dari empat
ratus orang untuk "memanen uang koin" di gedung tempat mereka
tinggal. "Hasil panen" tersebut digunakan untuk membiayai 50.000
paket makanan yang disediakan oleh dapur umum, kamp musim panas
selama tiga minggu bagi 71 anak-anak jalanan, sebuah mobil van
untuk tempat tinggal, ratusan selimut, jaket, dan beberapa set
pakaian dalam yang panjang dan hangat (thermal underwear), serta
program rekreasi di rumah penampungan. Setiap koin yang
terkumpul adalah untuk para gelandangan. Tidak satu koin pun
digunakan untuk keperluan lain.

2. Memberikan Barang Bekas yang Dapat Didaur Ulang
Di tempat-tempat yang ada pendaurulangan, mengumpulkan kaleng
dan botol bekas yang dapat didaur ulang adalah satu-satunya
pekerjaan yang tersedia bagi para gelandangan. Namun ini
merupakan pekerjaan jujur yang memerlukan inisiatif. Anda bisa
membantu para gelandangan dengan menyimpan botol, kaleng, dan
koran bekas, lalu memberikannya kepada mereka daripada
membawanya ke pusat daur ulang atau membuangya.

Jikalau Anda tinggal di kota besar, Anda bisa menaruh
barang-barang tersebut di luar rumah supaya diambil oleh para
gelandangan -- atau memberikan sekarung penuh kaleng kepada
gelandangan di lingkungan Anda. Di lingkungan yang lebih kecil,
Anda bisa membawa barang bekas tersebut ke tempat penampungan
lokal.

Pada tahun 1983, Undang-Undang Daur Ulang Botol (Returnable
Container Act) diberlakukan di New York, di mana semua toko
diharuskan menerima 240 kaleng dan botol yang bisa didaur ulang
setiap harinya dari siapa pun. Setiap kaleng yang dikembalikan
akan ditukar dengan sekitar lima ratus rupiah.

Namun, sebagian toko di Manhattan, temasuk A&P, D'Agostino's, dan
Food Emporium, tidak mau menerima 240 kaleng. Apa yang akan
dilakukan oleh gelandangan yang mengumpulkan barang bekas jika
toko-toko itu tidak mau menerimanya? Mereka tidak mematuhi
undang-undang yang berlaku?

Doug Lasdon, Direktur Eksekutif Legal Action Center for The
Homeless, memerhatikan masalah tersebut. Atas nama para
gelandangan, Lasdon mengajukan gugatan ke pengadilan. Dia
memenangkan kasus itu, melindungi hak-hak para gelandangan untuk
mengembalikan kaleng dan botol seperti halnya Anda dan saya.
Barang-barang bekas Anda, serta bantuan dari Legal Action Center,
dapat memberi harapan lain bagi para gelandangan.

3. Memberikan Pendapatan dari Penjualan Hasil Karya Anda
Apapun keahlian atau minat Anda, semuanya bisa menjadi kesempatan
untuk menghasilkan karya yang dapat dijual demi kepentingan
organisasi-organisasi yang membantu para gelandangan. Ajaklah
teman dan kerabat yang memiliki minat yang sama untuk
menyumbangkan waktu dan bakat mereka untuk membantu berjualan.
Mungkin Anda suka memasak atau barangkali Anda ahli dalam hal
jahit-menjahit atau kerajinan kayu.

Jika Anda tidak memunyai waktu untuk membuat barang kerajinan,
cobalah untuk menjual barang yang sudah tidak terpakai lagi di
garasi rumah/rumah Anda. Mungkin Anda memiliki aksesoris
kecil-kecil, buku, pakaian, dan barang lain yang tidak Anda
perlukan lagi. Apapun yang Anda peroleh dari penjualan barang
tersebut, sumbangkan ke tempat penampungan atau dapur umum di
daerah Anda. Undang teman dan kerabat untuk menyumbangkan
barang-barang lama mereka kepada Anda untuk dijual bersama-sama
dengan barang-barang Anda.

Lucinda Yates adalah seorang seniman dari Maine dan perancang
aksesoris busana. "Aku mulai membuat 'pin berbentuk rumah' untuk
mendapat uang dan meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap
tempat penampungan di daerah saya," kata Lucinda. "Aku masih
tidak dapat memercayai banyaknya uang yang didapat dari usahaku
itu."

Kini, dia mempekerjakan lebih dari enam puluh orang. Setiap
harinya, dia mendapat pesanan rata-rata seribu buah pin porselen
berkualitas miliknya yang tiada duanya. Sejak dia memulai
usahanya pada tahun 1988, lebih dari 500.000 pin berbentuk rumah
telah dijual.

Lucinda menjual pin-pin tersebut seharga sekitar 50 ribu rupiah
per satuannya kepada pembeli yang harus menandatangani kontrak
tanda setuju untuk menjual kembali pin tersebut dengan harga
90 ribu rupiah dengan keuntungannya diberikan kepada organisasi
yang melayani para gelandangan. Dalam waktu hanya setahun, The
Interfaith Housing Network of Ambler mendapatkan 14 juta rupiah
dari hasil penjualan pin tersebut.

Pin-pin yang melukiskan rumah-rumah penuh warna itu dijual dalam
berbagai ukuran, dari yang sekecil paku sampai yang berukuran 3
inci kali 3 inci. Pin tersebut sangat memasyarakat. Ketika
seorang sukarelawan mengenakannya, orang akan bertanya tentang
pin itu dan tidak jarang mereka menawarkan diri untuk ikut
menjualkannya.

4. Memberi Pakaian Pantas Pakai
Suatu saat ketika Anda bersih-bersih rumah, perhatikanlah pakaian
yang tidak lagi Anda pakai. Jika pakaian-pakaian tersebut masih
bagus, kumpulkan dan sumbangkan semuanya ke organisasi yang
menyediakan tempat tinggal bagi para gelandangan. Sebagian besar
tempat penampungan memerlukan banyak pakaian untuk dipakai.

Siapa pun dapat memberikan pakaian; anggota kelompok masyarakat,
jemaat gereja, anak-anak TK, dan orang dewasa. Banyak dari kita
memiliki lemari pakaian yang perlu dibersihkan. Baju baru,
khususnya kaus kaki dan pakaian dalam, juga dapat dijual atau
disumbangkan ke tempat penampungan. Lagipula, memiliki sesuatu
yang baru untuk dikenakan dapat meningkatkan harga diri.

Contoh lain, akhir musim dingin ini di New York, ada gerakan
untuk mengumpulkan baju hangat bagi para gelandangan. Dan selama
bertahun-tahun, seorang pengusaha mengadakan acara "One
Glove/Satu Kaus Tangan" -- di mana para sukarelawan menjodohkan
kaus tangan menjadi sepasang dan membagikannya kepada para
gelandangan.

Organisasi Dayspring menyediakan tempat penampungan darurat
selama 24 jam nonstop untuk 60 orang setiap malam di
Indianapolis, Indiana, bersamaaan dengan jasa layanan yang
dimaksudkan untuk membantu gelandangan memeroleh pekerjaan dan
tempat tinggal yang permanen.

Terkumpul pakaian sebanyak tiga meja tiap harinya, dikelompokkan
berdasarkan ukuran dan jenis kelaminnya. Para gelandangan di
tempat penampungan diperbolehkan mengambil apapun yang mereka
butuhkan. Sedangkan orang lain di lingkungan sekitar yang
membutuhkan juga diperbolehkan mengambil secara gratis
barang-barang yang mereka perlukan.

Kadangkala, Dayspring mendengar ada anak-anak yang tidak memiliki
pakaian hangat untuk dipakai ke sekolah. Dayspring akan mencari
tahu siapa mereka dan mengundang mereka untuk mengambil apa yang
mereka perlukan. Apa yang tidak Anda butuhkan, bisa jadi sangat
dibutuhkan oleh orang lain.

5. Membagikan Kantong Plastik Berisi Bahan Makanan

Selama liburan, beberapa gereja mungkin membagi-bagi makanan
untuk orang-orang miskin. Isilah plastik Anda dengan makanan
yang tahan lama, seperti makanan kaleng, untuk disumbangkan.
Ajaklah tetangga dan teman Anda untuk turut serta.

Jika gereja Anda tidak memiliki program bagi-bagi makanan,
cobalah mengadakannya. Hubungi pengurus dapur umum, tempat
penampungan, dan para gelandangan di lingkungan Anda. Tanyakanlah
kepada mereka jenis makanan apa yang mereka perlukan. Umumkan
kegiatan tersebut kepada jemaat atau masyarakat di sekitar Anda
dan ajaklah beberapa sukarelawan untuk membantu Anda mengumpulkan
makanan dan menyerahkannya ke lembaga sosial yang Anda pilih.

Sebuah gereja di Birmingham, Alabama, meminta setiap jemaat untuk
membawa sekeranjang sayur saat mengikuti ibadah Paskah. Mereka
pun mengisi enam mobil van dan menyuplai dapur umum lokal (yang
persediaan bahan makanannya sudah habis) dengan cadangan bahan
makanan yang cukup untuk bulan berikutnya.

Banyak gereja meletakkan keranjang di lobi di luar tempat ibadah
supaya jemaat bisa menaruh makanan untuk orang-orang lapar
setiap hari sepanjang tahun. Para gelandangan tidak hanya
membutuhkan makanan pada waktu Natal atau Thanksgiving saja. Doa
Bapa Kami dengan jelas menyatakan, "Berikan kami pada hari ini
makanan kami yang secukupnya ...."

6. Membagikan Mainan
Orang-orang yang tinggal di tempat penampungan memiliki sedikit
sekali barang kebutuhan rumah tangga -- apalagi mainan. Mereka
hanya memiliki sedikit uang untuk memenuhi banyaknya kebutuhan
mendesak yang harus dipenuhi, misalnya makanan dan pakaian.
Jadi, sering kali anak-anak gelandangan ini tidak memiliki
mainan apapun, dan jarang bermain.

Anda dapat menyumbangkan mainan, buku, dan barang lain kepada
mereka. Untuk perayaan Natal, ajaklah teman-teman dan kerabat
Anda untuk membeli dan membungkus hadiah untuk diberikan kepada
anak-anak gelandangan. Sumbangkan kado-kado itu kepada
organisasi/program yang menjangkau anak-anak gelandangan.

Dalam salah satu kunjungan saya ke tempat penampungan, saya
datang pagi-pagi sekali dan berdiri di luar di tempat parkir
sambil mengamati anak-anak memarkir sepeda mereka. Mereka nampak
gembira; mereka sedang menikmati hidup. Kemudian saya memberitahu
pengelola penampungan betapa anak-anak sangat menyukai sepedanya.
Ia tersenyum dan mengatakan bahwa sepeda-sepeda itu diantar ke
penampungan kemarin. Seorang wanita menemukan sepeda-sepeda yang
sudah tidak digunakan selama bertahun-tahun di lantai bawah
rumahnya. Kini sepeda-sepeda itu terpakai lagi dan menyenangkan
anak-anak yang perlu bersenang-senang.

7. Membagikan Sekantong Plastik Alat Rumah Tangga
Menyediakan rumah penampungan tidak mengakhiri masalah para
gelandangan, karena biasanya mereka tidak memunyai uang atau
perabotan rumah tangga untuk mengisi rumah mereka, bahkan untuk
hal-hal sederhana, seperti peralatan makan, peralatan masak,
atau handuk.

Untuk membantu mereka, Anda bisa membagikan sekantong plastik
berisi peralatan sehari-hari, seperti cangkir, teko, periuk,
sabun, sampo, sikat gigi, dan lain-lain. Pikirkan barang-barang
sederhana apa saja yang ingin Anda isikan di rumah Anda yang
baru. Beberapa barang mungkin bisa Anda temukan di sekitar Anda;
barang lainnya mungkin bisa Anda dapatkan dari teman-teman Anda.
Anda dapat juga mengadakan pendekatan kepada perusahaan lokal,
toko, pabrik, atau gereja di sekitar Anda untuk menyumbang
sesuatu.

Untuk mendistribusikan barang-barang tersebut, hubungi badan
sosial atau pusat-pusat kerohanian di daerah Anda yang memiliki
program untuk membantu gelandangan mendapatkan tempat tinggal.

Salah satu dari sekelompok karyawan pabrik di St. Louis yang
selalu makan siang bersama selama hampir sepuluh tahun di
kafetaria perusahaan, beberapa hari sebelum Thanksgiving,
mengatakan bahwa karena mereka telah mendapat banyak berkat --
pekerjaan yang baik, anak-anak manis, mobil atau van, dan
kesehatan -- mungkin mereka juga harus membagikan berkat itu
kepada orang-orang yang lebih miskin.

Jadi mereka memutuskan untuk mengisi sebuah kantong plastik
dengan barang-barang keperluan kamar mandi, permen, dan
kelengkapan busana, seperti topi, saputangan, atau kaos kaki.
Mereka berjanji membawa sekantong plastik saat makan siang
setiap Senin. Setiap minggu, secara bergiliran, mereka akan
membawanya ke tempat penampungan.

8. Menyisihkan Biaya Pesta
Pada tahun 1992, sebuah organisasi bertingkat nasional di Los
Angeles mendorong berbagai institusi di sekitarnya untuk
menyumbangkan 3% dari pengeluaran perusahaan yang digunakan
untuk perayaan khusus mereka; misalnya perayaan tahun baru,
dll.. Dari delapan ratus institusi yang berpartisipasi, mereka
mampu membagikan 1,5 juta dolar untuk orang-orang lapar dan
gelandangan.

Kita pun bisa melakukan hal yang sama jika kita semua bersedia
secara sukarela menyisihkan 3% dari biaya-biaya yang kita
keluarkan untuk perayaan-perayaan keluarga, kemudian
menyumbangkan uang tersebut untuk para gelandangan. Setiap orang
yang menghabiskan 1 juta rupiah untuk mengadakan pesta,
sebenarnya bisa menyisakan 30 ribu untuk orang-orang yang
membutuhkan. Demikian juga gereja, tidak hanya pada
perayaan-perayaan seremonial saja, gereja bisa menyisihkan 3%
dari biaya yang dikeluarkan untuk perayaan ulang tahun, Natal dan
Tahun Baru, Paskah, dll. untuk usaha menolong sesama.

Saya ingat sepasang suami istri yang akan menyiapkan perayaan
empat puluh tahun pernikahan mereka dengan mengundang kerabat
sejumlah dua lusin. Mereka mendiskusikan pilihan-pilihan yang
mereka punya. Bukannya memilih merayakan di restoran yang mahal,
mereka malah memilih merayakannya secara sederhana di rumah
sendiri. Lalu mereka menyumbangan uang mereka kepada yayasan
sosial.

Pada kesempatan lain, ayah seorang mempelai wanita yang sedang
berdiri di samping saya saat kami bersiap melakukan prosesi
pernikahan, bertanya, "Ke mana saya harus memberikan 3% uang
saya?" tanyanya. Saat saya mendekati mimbar, saya tersadar bahwa
jemaat telah belajar mengikuti nasihat Nabi Yesaya: supaya
engkau memecah-mecah rotimu bagi orang yang lapar dan membawa ke
rumahmu orang miskin yang tak punya rumah. (t/Setyo)

Diterjemahkan dan disesuaikan dari:
Judul Buku: 54 Ways You Can Help The Homeless
Penulis: Rabbi Charles A. Kroloff
Penerbit: Hugh Lauter Levin Associates, Inc. and Behrman House,
Inc., 1993
Halaman: 19 dan 27 -- 34

Wednesday, March 11, 2009

SENYUMLAH


SENYUMLAH...

Kisah di bawah ini adalah kisah yang saya dapat dari milis alumni Jerman, atau warga Indonesia yg bermukim atau pernah bermukim di sana. Demikian layak untuk dibaca beberapa menit, dan direnungkan seumur hidup.

Saya adalah ibu dari tiga orang anak dan baru saja menyelesaikan kuliah saya. Kelas terakhir yang harus saya ambil adalah Sosiologi. Sang Dosen sangat inspiratif, dengan kualitas yang saya harapkan setiap orang memilikinya.

Tugas terakhir yang diberikan ke para siswanya diberi nama "Smiling." Seluruh siswa diminta untuk pergi keluar dan memberikan senyumnya kepada tiga orang asing yang ditemuinya dan mendokumentasikan reaksi mereka. Setelah itu setiap siswa diminta untuk mempresentasikan di depan kelas. Saya adalah seorang yang periang, mudah bersahabat dan selalu tersenyum pada setiap orang. Jadi, saya pikir, tugas ini sangatlah mudah.

Setelah menerima tugas tsb, saya bergegas menemui suami saya dan anak bungsu saya yang menunggu di taman di halaman kampus, untuk pergi ke restoran McDonald's yang berada di sekitar kampus. Pagi itu udaranya sangat dingin dan kering. Sewaktu suami saya akan masuk dalam antrian, saya menyela dan meminta agar dia saja yang menemani si Bungsu sambil mencari tempat duduk yang masih kosong.

Ketika saya sedang dalam antrian, menunggu untuk dilayani, mendadak setiap orang di sekitar kami bergerak menyingkir, dan bahkan orang yang semula antri di belakang saya ikut menyingkir keluar dari antrian.

Suatu perasaan panik menguasai diri saya, ketika berbalik dan melihat mengapa mereka semua pada menyingkir? Saat berbalik itulah saya membaui suatu "bau badan kotor" yang cukup menyengat, ternyata tepat di belakang saya berdiri dua orang lelaki tunawisma yang sangat dekil! Saya bingung, dan tidak mampu bergerak sama sekali.

Ketika saya menunduk, tanpa sengaja mata saya menatap laki-laki yang lebih pendek, yang berdiri lebih dekat dengan saya, dan ia sedang "tersenyum" ke arah saya. Lelaki ini bermata biru, sorot matanya tajam, tapi juga memancarkan kasih sayang. Ia menatap ke arah saya, seolah ia meminta agar saya dapat menerima 'kehadirannya' di tempat itu.

Ia menyapa "Good day!" sambil tetap tersenyum dan sembari menghitung beberapa koin yang disiapkan untuk membayar makanan yang akan dipesan. Secara spontan saya membalas senyumnya, dan seketika teringat oleh saya 'tugas' yang diberikan oleh dosen saya. Lelaki kedua sedang memainkan tangannya dengan gerakan aneh berdiri di belakang temannya.

Saya segera menyadari bahwa lelaki kedua itu menderita defisiensi mental, dan lelaki dengan mata biru itu adalah "penolong"nya. Saya merasa sangat prihatin setelah mengetahui bahwa ternyata dalam antrian itu kini hanya tinggal saya bersama mereka,dan kami bertiga tiba2 saja sudah sampai di depan counter.

Ketika wanita muda di counter menanyakan kepada saya apa yang ingin saya pesan, saya persilahkan kedua lelaki ini untuk memesan duluan. Lelaki bermata biru segera memesan "Kopi saja, satu cangkir Nona." Ternyata dari koin yang terkumpul hanya itulah yang mampu dibeli oleh mereka (sudah menjadi aturan di restoran disini, jika ingin duduk di dalam restoran dan menghangatkan tubuh, maka orang harus membeli sesuatu). Dan tampaknya kedua orang ini hanya ingin menghangatkan badan.

Tiba2 saja saya diserang oleh rasa iba yang membuat saya sempat terpaku beberapa saat, sambil mata saya mengikuti langkah mereka mencari tempat duduk yang jauh terpisah dari tamu2 lainnya, yang hampir semuanya sedang mengamati mereka...

Pada saat yang bersamaan, saya baru menyadari bahwa saat itu semua mata di restoran itu juga sedang tertuju ke diri saya, dan pasti juga melihat semua 'tindakan' saya.

Saya baru tersadar setelah petugas di counter itu menyapa saya untuk ketiga kalinya menanyakan apa yang ingin saya pesan. Saya tersenyum dan minta diberikan dua paket makan pagi (di luar pesanan saya) dalam nampan terpisah.

Setelah membayar semua pesanan, saya minta bantuan petugas lain yang ada di counter itu untuk mengantarkan nampan pesanan saya ke meja/tempat duduk suami dan anak saya. Sementara saya membawa nampan lainnya berjalan melingkari sudut ke arah meja yang telah dipilih kedua lelaki itu untuk beristirahat. Saya letakkan nampan berisi makanan itu di atas mejanya, dan meletakkan tangan saya di atas punggung telapak tangan dingin lelaki bemata biru itu, sambil saya berucap "makanan ini telah saya pesan untuk kalian berdua."

Kembali mata biru itu menatap dalam ke arah saya, kini mata itu mulai basah berkaca2 dan dia hanya mampu berkata "Terima kasih banyak, nyonya."

Saya mencoba tetap menguasai diri saya, sambil menepuk bahunya saya berkata "Sesungguhnya bukan saya yang melakukan ini untuk kalian,Tuhan juga berada di sekitar sini dan telah membisikkan sesuatu ke telinga saya untuk menyampaikan makanan ini kepada kalian."

Mendengar ucapan saya, si Mata Biru tidak kuasa menahan haru dan memeluk lelaki kedua sambil terisak-isak. Saat itu ingin sekali saya merengkuh kedua lelaki itu.

Saya sudah tidak dapat menahan tangis ketika saya berjalan meninggalkan mereka dan bergabung dengan suami dan anak saya, yang tidak jauh dari tempat duduk mereka. Ketika saya duduk suami saya mencoba meredakan tangis saya sambil tersenyum dan berkata "Sekarang saya tahu, kenapa Tuhan mengirimkan dirimu menjadi istriku, yang pasti, untuk memberikan 'keteduhan' bagi diriku dan anak2ku!"

Kami saling berpegangan tangan beberapa saat dan saat itu kami benar2 bersyukur dan menyadari, bahwa hanya karena 'bisikanNYA' lah kami telah mampu memanfaatkan 'kesempatan' untuk dapat berbuat sesuatu bagi orang lain yang sedang sangat membutuhkan.

Ketika kami sedang menyantap makanan, dimulai dari tamu yang akan meninggalkan restoran dan disusul oleh beberapa tamu lainnya, mereka satu persatu menghampiri meja kami, untuk sekedar ingin 'berjabat tangan' dengan kami. Salah satu di antaranya, seorang bapak, memegangi tangan saya, dan berucap "Tanganmu ini telah memberikan pelajaran yang mahal bagi kami semua yang berada disini, jika suatu saat saya diberi kesempatan olehNYA, saya akan lakukan seperti yang telah kamu contohkan tadi kepada kami."

Saya hanya bisa berucap "terimakasih" sambil tersenyum. Sebelum beranjak meninggalkan restoran saya sempatkan untuk melihat ke arah kedua lelaki itu, dan seolah ada 'magnit' yang menghubungkan bathin kami, mereka langsung menoleh ke arah kami sambil tersenyum, lalu melambai2kan tangannya ke arah kami. Dalam perjalanan pulang saya merenungkan kembali apa yang telah saya lakukan terhadap kedua orang tunawisma tadi, itu benar2 'tindakan' yang tidak pernah terpikir oleh saya.

Pengalaman hari itu menunjukkan kepada saya betapa 'kasih sayang' Tuhan itu sangat HANGAT dan INDAH sekali!

Saya kembali ke college, pada hari terakhir kuliah dengan 'cerita' ini di tangan saya. Saya menyerahkan 'paper' saya kepada dosen saya. Dan keesokan harinya, sebelum memulai kuliahnya saya dipanggil dosen saya ke depan kelas, ia melihat kepada saya dan berkata, "Bolehkah saya membagikan ceritamu ini kepada yang lain?" dengan senang hati saya mengiyakan.

Ketika akan memulai kuliahnya dia meminta perhatian dari kelas untuk membacakan paper saya. Ia mulai membaca, para siswapun mendengarkan dengan seksama cerita sang dosen, dan ruangan kuliah menjadi sunyi. Dengan cara dan gaya yang dimiliki sang dosen dalam membawakan ceritanya, membuat para siswa yang hadir di ruang kuliah itu seolah ikut melihat bagaimana sesungguhnya kejadian itu berlangsung, sehingga para siswi yang duduk di deretan belakang di dekat saya di antaranya datang memeluk saya untuk mengungkapkan perasaan harunya.

Di akhir pembacaan paper tersebut, sang dosen sengaja menutup ceritanya dengan mengutip salah satu kalimat yang saya tulis di akhir paper saya. "Tersenyumlah dengan 'HATImu', dan kau akan mengetahui betapa 'dahsyat' dampak yang ditimbulkan oleh senyummu itu."

Dengan caraNYA sendiri, Tuhan telah 'menggunakan' diri saya untuk menyentuh orang-orang yang ada di McDonald's, suamiku, anakku, guruku, dan setiap siswa yang menghadiri kuliah di malam terakhir saya sebagai mahasiswi. Saya lulus dengan 1 pelajaran terbesar yang tidak pernah saya dapatkan di bangku kuliah manapun, yaitu: "PENERIMAAN TANPA SYARAT."

Banyak cerita tentang kasih sayang yang ditulis untuk bisa diresapi oleh para pembacanya, namun bagi siapa saja yang sempat membaca dan memaknai cerita ini diharapkan dapat mengambil pelajaran bagaimana cara MENCINTAI SESAMA, DENGAN MEMANFAATKAN SEDIKIT HARTA-BENDA YANG KITA MILIKI, dan bukannya MENCINTAI HARTA-BENDA YANG BUKAN MILIK KITA, DENGAN MEMANFAATKAN SESAMA!

Jika anda berpikir bahwa cerita ini telah menyentuh hati anda, teruskan cerita ini kepada orang2 terdekat anda. Disini ada 'malaikat' yang akan menyertai anda, agar setidaknya orang yang membaca cerita ini akan tergerak hatinya untuk bisa berbuat sesuatu (sekecil apapun) bagi sesama yang sedang membutuhkan uluran tangannya!

Orang bijak mengatakan: Banyak orang yang datang dan pergi dari kehidupanmu, tetapi hanya 'sahabat yang bijak' yang akan meninggalkan JEJAK di dalam hatimu.

Untuk berinteraksi dengan dirimu, gunakan nalarmu. Tetapi untuk berinteraksi dengan orang lain, gunakan HATImu! Orang yang kehilangan uang, akan kehilangan banyak, orang yang kehilangan teman, akan kehilangan lebih banyak! Tapi orang yang kehilangan keyakinan, akan kehilangan semuanya! Tuhan menjamin akan memberikan kepada setiap hewan makanan bagi mereka, tetapi DIA tidak melemparkan makanan itu ke dalam sarang mereka, hewan itu tetap harus BERIKHTIAR untuk bisa mendapatkannya.

Orang-orang muda yang 'cantik' adalah hasil kerja alam, tetapi orang-orang tua yang 'cantik' adalah hasil karya seni. Belajarlah dari PENGALAMAN MEREKA, karena engkau tidak dapat hidup cukup lama untuk bisa mendapatkan semua itu dari pengalaman dirimu sendiri

CHEERS